Hari Pertama Jatuh Cinta 

Eugene

Rinduku selalu memuncak 

Tiga tahun lalu

Sudah cukup lama untuk menunggu hujan reda

 

Aku menjemputnya di terminal bus kota 

Tepat di depan gedung pencakar langit

Senyumnya manis

Malu-malu melempar senyum

 

Aku ambil tas besar yang di dorongnya

“Aku saja, itu mobil kita”

Sepanjang jalan kita bercerita tentang matahari kemaren sore

Tentang surat demi surat yang kita kirimkan

Tentang kata rindu yang kita pendam setahun lamanya

 

Musim dingin baru akan datang

Kita berdiam di pondok penuh kunang-kunang

Pagi hari dibangunkan oleh kupu-kupu dan teriakan burung-burung liar

Tidak pernah aku sebahagia ini

Pipiku di kecup dan dibisikan kata cinta

 

Eugene

Malam begitu singkat sejak aku mengenal dia 

Tidak ada lagi mimpi buruk 

Air mata hanya sisa-sisa cerita zaman lama

Aku begitu penuh cinta

Aku begitu di sayang

Aku begitu penuh kebahagian 

 

Itu beberapa tahun yang lalu Eugene

Aku penuh cinta

 

Padang

30 May 2018

Pengalaman Magang WWF Indonesia – Kalimantan Barat: Dari Padang ke Pontianak Mencari Makna Hidup!

Masih tergambar jelas di ruang pikiranku dua tahun yang lalu, bulan Juni 2016 aku mendapatkan e-mail bahwa aku di terima sebagai salah satu peserta magang di WWF Indonesia – Kalimantan Barat. Berita ini menjawab mimpi dan juga segala kecamuk dalam pikiranku di kala itu. Aku sangat berharap dapat mencicipi bekerja di LSM yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat di daerah pedalaman. Penungguan itu tidak sebentar, memakan waktu mulai dari bulan Maret 2016.

Setelah menerima kabar gembira tersebut aku lansung memesan tiket dan mencari penerbangan pagi, sehingga aku bisa mendarat di Pontianak siang hari. Karena keterbatasan tim tempat aku magang (Acara pelepasan Penyu Paloh) maka tidak ada yang akan menjemput ke bandara oleh sebab itu aku memutar otak dan mencari kontak orang yang aku kenal. Beberapa hari sebelum berangkat aku membuat janji dengan salah satu sahabat yang nanti menjadi keluarga baru bagi aku; Al-haq. Namun, karena satu dan lain hal Al-haq berhalangan datang dan akhirnya aku di pertemukan dengan satu orang luar biasa lainnya; Galih, yang nanti akan mempertemukanku dengan begitu banyak orang-orang baik sepanjang perjalanan.

∗∗∗

Perjalanan dari Padang ke Pontianak demi mengajar magang di WFF Indonesia – Kalimantan Barat sangat memakan waktu, aku sudah beranjak ke bandara pukul 4 pagi, karena perjalanan membutuhkan waktu setidaknya 2 jam hingga sampai di bandara. Total perjalanan dengan pesawat udara berkisar antara 2 jam (Padang ke Jakarta) dan 2 jam (Jakarta ke Pontianak). Lumayan melelahkan, namun aku sangat tidak sabar untuk melihat tanah borneo. Aku hanya bisa melihat melalui media online dan membaca banyak tentang keberagaman kehidupan di Pontianak.

Pertama kali menginjakan kaki di Pontianak kata yang muncul adalah “PANAS” sangat berbeda dengan udara di Malang tempat aku berkuliah. Mataku tak berhenti melihat kiri dan kanan memastikan semua narasi-narasi orang tentang borneo. Aku menyaksikan kesederhanaan, hutan yang ramah, jalanan yang tidak terlalu ramai, senyuman yang tulus dan kehidupan yang sangat beragam antara budaya melayu dan dayak.

Aku sudah tidak sabar untuk mengenal lebih banyak hal lagi, aku bertanya banyak hal pada Galih, sabahat baru yang aku temui hari ini dan menjemputku di bandara. Terima kasih Al sudah mengirimkan malaikat untuk menyelamatkan ku. Aku tidak canggung sama sekali, kita bercerita banyak hal mulai dari cuaca, penebangan hutan, adat dayak, makanan khas, bahkan tempat pengabdianku (Magang WWF Indonesia) nanti di Kapuas Hulu.

∗∗∗

Di hari pertama sampai di tempat magang WWF Indonesia – Kalimantan Barat tidak ada sambutan besar, LSM hidup dalam kesederhanaan dan kebiasaan yang biasa. Setiap orang datang dan pergi, sibuk dengan proyek garapan masing-masing. Di minggu pertama aku tidak terlalu sibuk, karena masih mendapatkan mentoring rutin malam hari mengenai magang, hal yang boleh dan tidak boleh. Serta berbagi pengalaman dan hal-hal yang nanti akan kita muat pada laporan magang. Semua berjalan sangat baik.

Karena sudah berada di Pontianak, aku dikenalkan dengan berbagai jenis makanan, tidak jauh berbeda dengan makanan di Sumatera dan Jawa, namun memiliki rasa khas tersendiri yang lezat dan susah di gambarkan! “Galih memang malaikat yang menghapus kesendirianku selama minggu pertama” Karena kegiatanku berfokus di malam hari saja, ketua proyek sibuk pada siang hari untuk pertemuan, rapat dan segala macamnya.

Aku berkenalan dengan banyak sabahat-sabahat luar biasa lainnnya yang membuat perjalanan ini semakin menarik! Aku mengahadiri acara komunitas setempat, berkunjung ke rumah adat melayu dan dayak, menikmati makanan khas lokal yang terkenal dan banyak kegiatan lainnya bersama Galih! “That was amazing!

∗∗∗

Dari minggu pertama aku sudah belajar banyak hal tentang hidup dari borneo! Aku sungguh belajar dan tidak akan terlupakan!

  1. Menghormati perbedaan, aku belajar tentang perbedaan pada budaya dayak dan melayu yang hidup berdampingan dan tetap rukun. Aku melihat mesjid yang begitu bagus dan gereja yang begitu indah dalam satu kota dan hidup berdampingan.
  2. Memberi tanpa pambrih, sungguh berbeda dengan jenis perteman di kota besar, disini semua orang memberikan sesuatu dengan tulus. Bahkan kita dapat merasakan kehangatan dalam pemberian itu. Tidak ada kecurigaan dan perhitungan, semuanya berjalan dengan baik.
  3. Orang Dayak tidak sesuai dengan narasi yang selalu disematkan oleh masyarakat yang tidak berasal dari borneo. Aku tidak melihat sesuatu yang berbeda dalam kehidupan disini, aku tidak menemukan kekasaran, keras kepala, anarkis dan lainnya. Mereka sama layaknya orang-orang lain. Disinilah aku belajar untuk tidak percaya semudah itu pada narasi turun temurun.

Masih banyak sebenarnya pelajaran hidup yang mau aku bagikan dalam perjalanan selama 2 bulanan di Pontianak, nanti akan di sambung lagi! Sudah pernah melintasi Danau Sentarum selama 8 jam? Sudah pernah hidup tanpa air bersih, listrik, dan sinyal? atau sudah pernah melihat Bekantan di alam liar dan mereka begitu cantik? Tunggu cerita selanjutnya ya! Kisah magang WWF Indonesia yang tidak bisa dilupakan!

Jika ada pertanyaan dan masukan silahkan tinggalkan dalam kolom komentar!

Kartini Movie and My Mother Stories!

This story (Kartini’s Movie) make me move every time I’m going back to watch them! 

Hidup dan di besarkan dalam keluarga dengan adat minang tidak sepenuhnya sama dengan apa yang terjadi di zaman Kartini yang hidup dalam kebiasaan dan tutur adat jawa. 

But my mom experience about inclusive education when she was raised on the remote places in West Sumatra is real as well. Pursuing education at that time doesn’t important as get married and have a kid. 

I have seen how hard my mom tried to have higher education as possible at that moment, she was telling a story of her life to me in a night. Education not important when I was a kid, we are often get married at the age of 14 or even 12” Listening to her story each day and seeing Kartinis’s movies sometimes recall my memory to her struggle. 

Tidak hanya itu, mama hidup dengan budaya dan adat yang kuat karena kakek adalah seorang datuk (sebutan untuk pemimpin adat atau suku di Minang Kabau). 

Many man coming to our house to ask my grand father to allow them to marry my mom, lucky my mom because my grand father always said “as my daughter agree you may marry her” I also see this characters in Raden Sosrodiningrat, Kartinis’ father. He gave a space to Kartini and open his eyes that Kartini has a right to choose and even she can have an education like any man in old Java culture at that time. 

This movie make me believe that education is a tools to changes so many aspect in life. Even sometimes could be bias, because we can’t make sure “Which education that people got are the root case of the problem that we are trying to solve currently!” then I’m saying in general things, possibly in more wide contexts. 

Reflecting the story to today’s context, I also see that what happening right now in our society is sometimes bit the same. Many girls in village ask to marriage in very young age. I went to Borneo a few years ago working for Community Development Project, I live in remote places in Kapuas Hulu. I see most of the girls at least have one baby when they are reach the age of 17 or 18. Which is for me its too early. 

Like girls, boys also face a lot of difficulties in modern era that maybe Kartini’s faced such as hard to pursuing higher education because of money, lack distribution of education tool to every corner in Indonesia. By this story I would like to ask all of you who have a time to read this, let’s have a session of reflection and see what truly going on in our society. 

Masih banyak sebenarnya anak-anak yang tidak bersekolah, ada yang bersekolah namun terputus di tengah jalan dan ada yang semangatnya bagus namun tidak memiliki biaya yang cukup. Saya merasa beruntung berada pada tingkat pendidikan saat ini, saya selalu berharap semua anak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan, terlepas dari siapa dia dan seberapa kuat kemampuan ekonominya. 

By the end of this short writings, I would like to take a moment to say thanks for the live that maybe we are taking for granted. Now, let’s start to pursuing things that matter for us, either education, career, and everything. The fight still the same even we are not in Kartini’s era. The gap is real, instead of complaining, let’s do something else!

Please leave your comment and thoughts below, I always open for a positive vibes of conversation!

Have a great day!

Eugene Ulu Hati Ku Perih 

Eugene

Sudah berlalu beberapa musim sejak itu

Sejak aku membuka surat kedinginan dan kesendirian itu

Aku mulai sembuh

Hatiku mulai kuat 

 

Beberapa kali perih ketika aku membuka album lama

Aku melihat nyata banyangan nya di nadi waktu

Tangan nya yang hangat mendekap ku

Matanya yang manja

Tangis ku pecah

Aku diam saja 

 

Dinding rumah ingin sekali memelukku 

Memberikan kenyamanan

Aku terlalu takut memulai kembali

Tersebab perih di ulu hatiku 

 

Eugene

Hari ini aku memakai baju merah

Ini bukan baju yang dia belikan

Aku berjalan menyusuri lorong-lorong waktu 

Melihat keping demi keping kenangan

Sudah mulai luntur 

Sudah banyak sarang semut dan rumah laba-laba

 

Eugene

Tak ku sangka

Dulu aku dan dia akan membangun kerajaan cinta

Tapi kita tertinggal istana kematian dan kota tanpa penghuni 

Tak ku sangka Eugene

 

Sudahlah

Aku tetap mecintai masa lalu ku

Nanti akan ku ceritakan kepadamu 

Istina-istana megah kami

 

Eugene

Aku sudah sembuh

Hanya tersisa sedikit perih

 

Eugene

Selamat malam

 

Padang

30 May 2018

Sumber Foto: https://brokenheartsanonymous.com/2013/05/05/4640/

Eugene Aku Sudah Membaca Surat Itu 

Di sela-sela tangis dan dingin malam

Bertemankan bintang-bintang 

Mereka bilang “jangan menangis, tangis mu mendinginkan kami”

 

Aku buka surat itu

Aku tak menemukan kata cinta

Aku tak menemukan kata manja

Aku semakin tersedu

 

Eugene 

Dadaku semakin menyesak

Aku hanya diam dan menjatuhkan air mata

 

Aku dapati gambar-gambar masa lalu

Kepergian yang tak aku inginkan

Pertemuannya dengan orang-orang lain

 

Eugene

Aku hidup dalam bayangan orang lain

Aku mendengar kata cinta di saat orang lain di manja

Layar kaca dan pengantar pesan maya

Aku benci hidupku

 

Terperangkap dalam bahasa-bahasa semu

Dua tahun Eugene?

Bisakah kau membayangkan betapa banyak kebohongan yang aku terima?

Eugene

Apakah aku harus menangis sepanjang malam?

Eugene

Peluk aku, aku begitu sendiri dan penuh air mata

 

Padang

30 May 2018 

Sumber Foto: https://lawatworkci.com/focus-managing-mental-health-stress-workplace/