Masih tergambar jelas di ruang pikiranku dua tahun yang lalu, bulan Juni 2016 aku mendapatkan e-mail bahwa aku di terima sebagai salah satu peserta magang di WWF Indonesia – Kalimantan Barat. Berita ini menjawab mimpi dan juga segala kecamuk dalam pikiranku di kala itu. Aku sangat berharap dapat mencicipi bekerja di LSM yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat di daerah pedalaman. Penungguan itu tidak sebentar, memakan waktu mulai dari bulan Maret 2016.
Setelah menerima kabar gembira tersebut aku lansung memesan tiket dan mencari penerbangan pagi, sehingga aku bisa mendarat di Pontianak siang hari. Karena keterbatasan tim tempat aku magang (Acara pelepasan Penyu Paloh) maka tidak ada yang akan menjemput ke bandara oleh sebab itu aku memutar otak dan mencari kontak orang yang aku kenal. Beberapa hari sebelum berangkat aku membuat janji dengan salah satu sahabat yang nanti menjadi keluarga baru bagi aku; Al-haq. Namun, karena satu dan lain hal Al-haq berhalangan datang dan akhirnya aku di pertemukan dengan satu orang luar biasa lainnya; Galih, yang nanti akan mempertemukanku dengan begitu banyak orang-orang baik sepanjang perjalanan.
∗∗∗
Perjalanan dari Padang ke Pontianak demi mengajar magang di WFF Indonesia – Kalimantan Barat sangat memakan waktu, aku sudah beranjak ke bandara pukul 4 pagi, karena perjalanan membutuhkan waktu setidaknya 2 jam hingga sampai di bandara. Total perjalanan dengan pesawat udara berkisar antara 2 jam (Padang ke Jakarta) dan 2 jam (Jakarta ke Pontianak). Lumayan melelahkan, namun aku sangat tidak sabar untuk melihat tanah borneo. Aku hanya bisa melihat melalui media online dan membaca banyak tentang keberagaman kehidupan di Pontianak.
Pertama kali menginjakan kaki di Pontianak kata yang muncul adalah “PANAS” sangat berbeda dengan udara di Malang tempat aku berkuliah. Mataku tak berhenti melihat kiri dan kanan memastikan semua narasi-narasi orang tentang borneo. Aku menyaksikan kesederhanaan, hutan yang ramah, jalanan yang tidak terlalu ramai, senyuman yang tulus dan kehidupan yang sangat beragam antara budaya melayu dan dayak.
Aku sudah tidak sabar untuk mengenal lebih banyak hal lagi, aku bertanya banyak hal pada Galih, sabahat baru yang aku temui hari ini dan menjemputku di bandara. Terima kasih Al sudah mengirimkan malaikat untuk menyelamatkan ku. Aku tidak canggung sama sekali, kita bercerita banyak hal mulai dari cuaca, penebangan hutan, adat dayak, makanan khas, bahkan tempat pengabdianku (Magang WWF Indonesia) nanti di Kapuas Hulu.
∗∗∗
Di hari pertama sampai di tempat magang WWF Indonesia – Kalimantan Barat tidak ada sambutan besar, LSM hidup dalam kesederhanaan dan kebiasaan yang biasa. Setiap orang datang dan pergi, sibuk dengan proyek garapan masing-masing. Di minggu pertama aku tidak terlalu sibuk, karena masih mendapatkan mentoring rutin malam hari mengenai magang, hal yang boleh dan tidak boleh. Serta berbagi pengalaman dan hal-hal yang nanti akan kita muat pada laporan magang. Semua berjalan sangat baik.
Karena sudah berada di Pontianak, aku dikenalkan dengan berbagai jenis makanan, tidak jauh berbeda dengan makanan di Sumatera dan Jawa, namun memiliki rasa khas tersendiri yang lezat dan susah di gambarkan! “Galih memang malaikat yang menghapus kesendirianku selama minggu pertama” Karena kegiatanku berfokus di malam hari saja, ketua proyek sibuk pada siang hari untuk pertemuan, rapat dan segala macamnya.
Aku berkenalan dengan banyak sabahat-sabahat luar biasa lainnnya yang membuat perjalanan ini semakin menarik! Aku mengahadiri acara komunitas setempat, berkunjung ke rumah adat melayu dan dayak, menikmati makanan khas lokal yang terkenal dan banyak kegiatan lainnya bersama Galih! “That was amazing!“
∗∗∗
Dari minggu pertama aku sudah belajar banyak hal tentang hidup dari borneo! Aku sungguh belajar dan tidak akan terlupakan!
- Menghormati perbedaan, aku belajar tentang perbedaan pada budaya dayak dan melayu yang hidup berdampingan dan tetap rukun. Aku melihat mesjid yang begitu bagus dan gereja yang begitu indah dalam satu kota dan hidup berdampingan.
- Memberi tanpa pambrih, sungguh berbeda dengan jenis perteman di kota besar, disini semua orang memberikan sesuatu dengan tulus. Bahkan kita dapat merasakan kehangatan dalam pemberian itu. Tidak ada kecurigaan dan perhitungan, semuanya berjalan dengan baik.
- Orang Dayak tidak sesuai dengan narasi yang selalu disematkan oleh masyarakat yang tidak berasal dari borneo. Aku tidak melihat sesuatu yang berbeda dalam kehidupan disini, aku tidak menemukan kekasaran, keras kepala, anarkis dan lainnya. Mereka sama layaknya orang-orang lain. Disinilah aku belajar untuk tidak percaya semudah itu pada narasi turun temurun.
Masih banyak sebenarnya pelajaran hidup yang mau aku bagikan dalam perjalanan selama 2 bulanan di Pontianak, nanti akan di sambung lagi! Sudah pernah melintasi Danau Sentarum selama 8 jam? Sudah pernah hidup tanpa air bersih, listrik, dan sinyal? atau sudah pernah melihat Bekantan di alam liar dan mereka begitu cantik? Tunggu cerita selanjutnya ya! Kisah magang WWF Indonesia yang tidak bisa dilupakan!
Jika ada pertanyaan dan masukan silahkan tinggalkan dalam kolom komentar!